Sabtu, 30 Mei 2015

Teks ulasan film Indonesia "GIE"
GIE


Durasi film    : 2 jam 20 menit 57 detik
Sutradara      : Riri Riza
Produser       : Mira Lesmana
Penulis           : Riri Riza
Pemeran       : Nicholas Saputra       sebagai            Soe Hok Gie dewasa
                        Jonathan Mulia         sebagai            Soe Hok Gie remaja
                        Thomas Nawalis        sebagai            Tan Tjin Han dewasa
                        Christian Audy           sebagai            Tan Tjin Han remaja
                        Wulan Guritno          sebagai            Sinta
                        Sita Nursanti             sebagai            Ira
Distributor    : Sinemart Pictures
Anggaran      : Rp. 7-10 miliar
Penghargaan            : Piala Citra Festifal Film Indonesia 2005 kategori “Pemeran pria
                        terbaik” dan“Tata sinematografi terbaik"


Sinopsis Film “GIE”
          GIE (2005) mengisahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai seorang demonstran dan pecinta alam. Diangkat dari buku catatan Soe Hok Gie yang dibukukan pada tahun 1983 dengan judul Catatan Seorang Demonstran namun dalam film ini ditambah sedikit tokoh fiktif agar cerita lebih dramatis. 
Film tersebut berlatar tahun 1965-1969. Pada masa ini terdapat konflik antara militer dengan PKI. Soe Hok Gie dan teman-temannya tidak memihak siapa pun. Meskipun Soe Hok Gie menghormati Soekarno sebagai Founding Father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Soekarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie bersama mahasiswa-mahasiswa Universitas Indonesia melakukan demo mahasiswa untuk menurunkan pemerintahan Soekarno, selain melalui demo mahasiswa, Hok Gie juga menulis kritikan-kritikan tajam pada pemerintahan Soekarno di media. Sementara itu Tan Tjin Han sahabat kecil Hok Gie yang pindah rumah saat ia masih remaja telah terlibat dengan PKI saat kembali ke Jakarta. Hok Gie meminta Tan Tjin Han untuk meninggalkan PKI Tetapi Han menolak dan akhirnya ditangkap dan dihukum mati. Sementara Hok Gie dan mahasiswa lain masih berjuang untuk menggulingkan rezim Soekarno. Soe Hok Gie berjuang untuk menegakkan keadilan di negeri ini di antara konflik antar militer dengan PKI, rezim Soekarno yang semakin tak terkendali dan kemelut cintanya pada Ira atau Sinta dengan akhir yang tak terduga.



Teks Ulasan Film “GIE”
          Film “Gie” diangkat dari buku berjudul Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie. Film ini dibuat pada tahun 2005 dan disutradarai oleh Riri Riza. Film yang mengambil latar tahun 1965-1969 ini menceritakan tentang sosok Soe Hok Gie, seorang pemuda keturunan Cina yang berusaha untuk menggulingkan rezim Presiden Soekarno. Sejak kecil Gie sangat menyenangi sastra sehingga saat dewasa ia sering menuliskan ketidakpuasannya terhadap pemerintah. Ia juga merupakan orang yang selalu berpikir kritis dan mendukung rakyat-rakyat yang tertindas karena kebijakan pemerintah.
          Film “Gie” sendiri sekilas memiliki cerita yang hampir sama dengan film “Dibalik98” karena sama-sama menceritakan demo mahasiswa untuk menjatuhkan pemerintah, perbedaannya adalah dalam film “Gie” lebih menceritakan tentang seorang individu dan berada dalam periode pemerintahan Soekarno, sedangkan film “Dibalik98” lebih menceritakan satu kejadian dan terjadi dalam periode Soeharto.
          Ide penambahan tokoh dalam film “Gie” ini sangat brilian. Selain untuk menambah cerita yang ada dalam buku Catatan Seorang Demonstran, penambahan tokoh ini juga menambah ketertarikan penonton. Seperti penambahan tokoh Tan Tjin Han yang menjadi sahabat sejak kecil Soe Hok Gie, dengan kehadiran Tan Tjin Han kita dapat melihat rasa kesetiakawanan dalam diri Soe Hok Gie. Begitu pula dengan penambahan tokoh Denny yang diperankan oleh Indra Birowo, sahabat Hok Gie sewaktu kuliah. Denny yang memiliki watak lucu dan suka bercanda dapat membuat suasana cair dalam film yang cukup serius ini, membuat kita bisa tertawa dan terhibur ditengah-tengah cerita “berat” yang diangkat film “Gie”. Lalu penambahan tokoh Jaka yang diperankan oleh Donny Alamsyah, ketua senat dan anggota organisasi katolik di Universitas Indonesia. Jaka berwatak keras semakin menambah konflik dalam film dan membuat film ini semakin menarik dengan aktingnya yang dapat membawa perasaan penonton.
          Akting Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie dalam film ini juga sangat baik sampai ia dianugerahi Piala Citra sebagai pemeran pria terbaik. Bukan hanya karena wajahnya yang dapat menarik perhatian penonton, tetapi penghayatan tokoh yang ia dalami sangat terlihat. Seperti ia benar-benar mengalami kejadian yang Soe Hok Gie alami dan merasakan apa yang Soe Hok Gie rasakan saat itu. Selain akting para pemain yang bagus, film ini diperkaya oleh latar dan properti yang sangat mendukung cerita. Latar yang di buat benar-benar seperti berada pada tahun 1965-1969, padahal film tersebut di buat pada tahun 2005. Properti yang digunakan seperti mobil, pakaian dan peralatan lainnya pun sangat mendukung latar waktu yang di inginkan.
          Dalam film ini pula dapat kita dengar dalam dialog para tokoh menggunakan kata ganti orang lo dan gue. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa tersebut bukan merupakan bahasa ‘gaul’ yang selama ini salah dicerna oleh masyarakat. Tetapi bahasa tersebut termasuk tradisi bicara orang-orang Jakarta dari dulu karena di adaptasi dari bahasa masyarakat asli Jakarta yaitu Betawi.
          Film dibuka dengan adegan Gie remaja (Jonathan Mulia) yang sedang duduk bersama teman-temannya melihat warga desa sedang menuliskan kata REVOLUSI di dinding menggunakan cat berwarna hitam. Salah satu teman Gie kemudian mendekati kumpulan warga itu dan tidak sengaja menjatuhkan ember berisi cat hitam tersebut. Gie dan teman-temannya yang ketakutan segera berlari dari kejaran warga desa. Adegan berlanjut saat Tan Tjin Han datang ke rumah Gie pada malam hari. Dalam adegan tersebut sudah terlihat rasa kesetiakawanan yang dimiliki Gie, ia bersih keras meminta Tan Tjin Han menginap dirumahnya karena ia tahu jika Tan Tjin Han pulang ke rumahnya sendiri, ia akan dipukuli oleh tantenya.
Selain itu, kita juga dapat melihat kegigihan Soe Hok Gie dalam melawan ketidakadilan. Ia berani melawan gurunya sendiri karena ia merasa gurunya itu melakukan kesalahan. Akibat dari perlawanannya itu nilai ulangan Gie yang semula 8 dikurangi oleh gurunya menjadi 5. Saat Tan Tjin Han bertanya. “Untuk apa semua perlawanan ini?” Hok Gie hanya menjawab dengan santai bahwa dalam memperoleh kemerdekaan sejati ada harga yang harus dibayar. Akting Jonathan Mulia pada scene ini sangat bagus, ia mampu memerankan tokoh Hok Gie yang sedang diliputi kekesalan terhadap gurunya.
Banyak kelebihan yang dapat kita lihat dari film “Gie” tetapi selain kelebihan, film ini pun memiliki kekurangan yang tidak dapat dipungkiri. Film demokrasi tidak dapat menarik perhatian penonton sebesar film romansa, termasuk film “Gie” sendiri yang kurang diminati oleh orang awam terhadap demokrasi. Lagi pula alur cerita film ini terlalu “berat” untuk orang-orang yang kurang mendalami tentang demokrasi Indonesia, maka film ini akan terlihat membosankan dan tidak menarik. Berbeda jika penontonnya adalah orang yang mendalami demokrasi Indonesia pasti akan sangat terhibur dengan adanya film ini karena menceritakan kejadian demokrasi pada masa Soekarno dengan baik dan rinci sehingga tampak “Berat” untuk orang awam.
          Teknologi yang belum begitu canggih pada tahun 2005 membuat film ini memiliki kekurangan pada backsoundnya juga. Seperti ketidakstabilan suara pada film tersebut, saat tokoh berbicara volume suaranya tidak terlalu besar tetapi saat tiba-tiba berubah menjadi backsound volumenya menjadi besar, atau backsound yang terdengar tumpang tindih dengan dialog ataupun backsound yang lain.
          Penambahan adegan-adegan yang tidak diperlukan juga merupakan kekurangan dari film “Gie”. Contohnya saja adegan Denny (Indra Birowo) yang ingin bercanda kepada Gie (Nicholas Saputra) dengan membawa Gie ke sebuah ruangan dan memperkenalkannya dengan seorang wanita penggoda (Happy Salma) dan wanita penggoda itu melakukan hal yang kurang pantas ditonton. Selain penambahan adegan yang kurang berkenan, bahasa yang di gunakan dalam film ini cukup kasar.
          Dalam film ini bukan hanya mengangkat tentang kehidupan demokrasi pada rezim Soekarno, tetapi di warnai juga dengan kisah percintaan antara Gie, Ira dan Sinta. Kisah cinta segitiga dengan akhir yang mengejutkan sekaligus tragis membuat film ini lebih menarik dan penonton tidak merasa bosan dengan alur cerita politik yang diangkat.
          Film ini juga memiliki unsur surprise pada endingnya. Ending yang tidak terduga sama sekali ini membuat kesan akhir yang kuat. Untuk orang-orang yang belum membaca buku Catatan Seorang Demonstran atau mendengar cerita tentang Soe Hok Gie pasti akan terkejut. Soe Hok Gie seorang pecinta alam, ingin mendaki gunung terakhir di Pulau Jawa yang belum ia kunjungi, yaitu gunung Semeru dan akhirnya Gie meninggal disana bersama sahabatnya Herman karena menghirup asap beracun di puncak gunung tersebut. Gie yang meninggal dalam usianya yang masih belia dengan cara yang cukup tragis menyisakan kesan  menyedihkan terhadap perjuangan dan kisah cintanya.
          Film “Gie pada dasarnya mengajarkan kita khususnya para pemuda yang sekaligus generasi penerus bangsa harus berjuang dalam ketidakadilan yang sedang melanda Indonesia. Di zaman sekarang kami yakin masih banyak rakyat yang merasa tak adil akan sikap dari pemimpin negara kita, oleh karena itu kita dapat mencontoh sikap dari Soe Hok Gie agar tercipta kehidupan yang adil, nyaman, tenteram dan sejahtera.
Dari paparan di atas pula kita dapat menyimpulkan bahwa film “Gie” memiliki kekurangan dan kelebihan. Film tersebut membuat kita mengetahui seperti apa jelasnya pemerintahan Soekarno, seperti apa kerasnya perselisihan antara militer dan PKI juga seberapa tangguhnya mahasiswa-mahasiswa yang berdemo meminta keadilan. Film ini mengajarkan kita untuk berani menyuarakan keadilan dan semangat pantang menyerah. Salah satu karya terbaik untuk mempelajari sejarah dari negara tercinta kita, negara Indonesia.


1 komentar:

  1. seharusnya di cantumkan juga strukturnya juga biar lebih jelas. :) sekedar masukan. :D

    BalasHapus