Sabtu, 30 Mei 2015

Teks Ulasan Film Serdadu Kumbang

Kasih Sayang, Perjuangan dan Cita-Cita dalam film “Serdadu Kumbang”

Film ini diambil dari beberaps kisah nyata yang ber-setting pendidikan, karakter dan cita-cita anak bangsa. Dengan disutradarai oleh Ari Sihasale dan diperankan oleh Yudi Miftahudin sebagai Amek, pemeran utama yang notabene, Yudi adalah seorang pekerja seni atau pemain film pendatang baru. Film ini mengambil lokasi di daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Film ini bercerita tentang 3 orang anak laki-laki yang berasal dari desa Mantar, yaitu Amek (Yudi Miftahudin), Acan (Fachri Azhari) dan Umbe (Aji Santosa). Mereka semua berusaha keras ingin mengejar cita-cita mereka meski dengan berbagai keterbatasan yang mereka miliki.
Berawal dari kisah nyata yang terjadi tahun lalu, dimana hampir sebagian siswa-siswa SD dan SMP di Indonesia tidak lulus ujian nasional (UN). Berbekal dari pengalaman itu, guru-guru di SD dan SMP 08 semakin memperketat kegiatan belajar mengajar. Tahun lalu, SD dan SMP 08 dianggap sebagai sekolah yang baik karena dari 30 orang siswa yang mengikuti ujian nasional, hanya 8 orang yang tidak lulus. Maka, untuk tahun ini mereka menginginkan anak-anak yang tahun ini mengikuti ujian nasional agar lulus 100 persen. Untuk mencapai targetnya itu, salah satu guru di SD dan SMP 08 yang bernama Bapak Alim yang diperankan oleh Lukman Sardi memperketat aturan dan sistem mengajar. Namun, penegakkan kedisiplinan yang kaku menimbulkan dampat yang kurang baik bagi murid-murid yang masih dalam masa pertumbuhan. Setiap siswa yang datang terlambat, akan dihukum oleh Pak Alim. Push-up, sit-up, mengelilingi lapangan dan jenis-jenis hukuman fisik lainnya dipercaya mampu memberikan kedisiplinan bagi siswa. Alasannya hanya satu, siapa yang tidak mengikuti aturan maka ia harus dihukum.
Amek tinggal bersama kakanya, Minun yang diperankan oleh Monica Sayangbati dan ibunya, Siti yang diperankan oleh Titi Sjuman, di desa Mantar, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Suatu desa yang terletak di puncak bukit, jauh dari perkotaan. Suami Siti, Zakaria (Asrul Dahlan) sudah tiga tahun bekerja di Malaysia tetapi belum juga pulang, apalagi mengirim mereka uang. Suatu hari, ibunya Amek datang ke sekolah Amek dan memanggil Amek untuk membacakan surat yang dikirim oleh ayahnya. Dalam surat itu, terdapat nomor telepon yang dapat dihubungi Amek untuk mengetahui kabar ayahnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk menghubungi ayahnya dengan menukar anak kambing dengan telepon genggam milik salah seorang pamannya. Lalu, ia membeli nomor perdana dan pulsa walaupun ia hanya membeli sebesar Rp 5000,00. Besar pulsa yang pastinya tidak akan cukup untuk menghubungi ayahnya di Malaysia. Selain itu, karena Amek tinggal di sebuah desa yang jauh dari perkotaan, maka tidak aneh jika untuk mendapatkan sinyal untuk menelepon sangat sulit didapatkan. Sehingga, ia harus menunggu sampai larut malam dan akhirnya ia dihukum oleh Pak Alim sebelum ia bisa masuk ke kelasnya.
Sebenarnya Amek anak yang baik, namun sifatnya yang introvert, keras hati dan cenderung jahil membuat ia sering dihukum oleh guru-gurunya. Sebaliknya, Minun kakanya yang duduk di bangku SMP dan selalu juara kelas. Minun juga sering menjuarai perlombaan matematika se-kabupaten. Sederet piala dan sertifikat berjejer di ruang tamu mereka. Minun dikenal sebagai ikon sekolah, kebanggaan keluarga dan masyarakat.
Namun, di sisi lain, kadang Amek juga memperdulikan keadaan sekitarnya. Seperti ketika sebuah kursi guru di runag kelasnya rusak dan saat itu akan diadakan ulangan mata pelajaran Pak Alim namun ditunda lantaran kursinya rusak dan Pak Alim langsung naik darah menghukum murid-muridnya di lapangan dan tidak memperbolehkan mereka mengikuti ulangan sampai ada yang mengakui siapa yang berani-beraninya menukar kursi guru dengan kursi yang telah rusak. Secara tiba-tiba Amek mengakui di depan teman-teman dan guru0-guru yang lain bahwa ia sengaja menukar kursi yang rusak itu menjadi kursi guru. Tak menunggu waktu lama, Pak Alim langsung menghukum Amek di depan lapangan. Ketika Amek ditanya oleh guru-guru yang lain apakah itu benar atau tidak, Amek berkata bahwa ia melakukan ini semua demi teman-teman kelasnya agar bisa mengikuti ulangan Pak Alim.
Di luar desa yang indah dan tertata rapi itu, ada sebuah pohon yang tidak begitu tinggi, namun letaknya persis di bibir tebing menghadap ke laut lepas. Orang kampung sekitar menyebut pohon ini sebagai pohon cita-cita. Pohon itu memang unik karena hampir di setiap dahan diikat dengan tali yang menjulur ke bawah karena ujungnya diberi pemberat. Secarik kertas bertuliskan nama seseorang berikut cita-citanya yang dimasukkan ke dalam botol warna-warnu hingga pohon cita-cita itu terlihat indah.
Amek pun menulis namanya dalam secarik kertas dan menuliskan cita-citanya lalu ia masukkan ke dalam botol. Baru kali ini Amek berani menuliskan cita-citanya sebagai penyiar berita di televisi pada secarik kertas. Hal ini dikarenakan, Amek takut akan cita-citaya. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepadanya mengenai cita-citanya tak pernah ia jawab. Ia sadar betul akan kekurangan yang ia miliki telah menjauhkan dirinya dengan cita-citanya.
Minun, peran seorang kakak yang sebaiknya dicontoh. Minun memerankan figure seorang kaka yang natural, yang patut dicontoh karena prestasi dan rasa sayang yang besar kepada Amek, adiknya. Bukan saja karena adiknya itu tidak lulus ujian nasional tahun lalu, lebih dari itu Amek memiliki kekurangan lahir, bibirnya sumbing dan sering dijadikan lelucon oleh teman-temannya. Namun, dibalik sisi penyayang dari seorang Minun, ia juga memiliki hati dan perasaan yang rapuh, terlebih jika masalah akademisnya. Minun terlihat lebih pendiam dan kalem daripada Amek, adiknya. Sampai-sampai, Minun memendam rasa kecewa dan sedihnya sendiri karena ia tidak lulus ujian nasional. Padahal, Minun anak yang pintar dan rajin. Untuk mengobati rasa kecewa dan sedihnya ia datang ke pohon cita-cita. Maksud untuk mengambil cita-cita yang pernah ia gantung disana, tetapi Minun malah terjatuh dari dahan pohon karena ia tak sampai untuk mengambil botolnya karena terlalu tinggi. Sehingga ia langsung terjatuh dan tidak sadarkan diri sampai ia meninggal. Dibalik kekurangannya, Amek, ia mahir berkuda. Hal ini ditunjukkan ketika Amek menjuarai perlombaan berkuda.
Film yang berjudul “Serdadu Kumbang” ini diambil dari sebuah cerita yang terkenal di kalangan anak-anak desan Mantar, Sumbawa yaitu tentang asal-usul darimana kumbang berasal. Awalnya, ada seorang manusia. Seorang anak kecil yang dibuang ke hutan, anak kecil itu berasal dari keluarga kerajaan. Namun, istri raja tidak tahu. Raja sengaja membuang anak kecil itu karena malu. Anak kecil itu cacat bisu. Sama seperti Amek, sebagai pemeran utama yang memiliki kelainan di bagian mulutnya yaitu bibir sumbing. Karena anak kecil itu tak bisa bicara, ia tak tahu arah jalan pulang. Lalu, anak kecil itu berdoa agar dosa-dosa ayahnya yaitu sang raja diampuni dan anak kecil meminta agar ia dipertemukan dengan ibunya. Singkat cerita, anak kecil itu pun langsung berubah menjadi kumbang. Lalu, ia terbang ke istana. Sampai di istana, ia melihat istana habis terbakar. Raja dan prajurit-prajuritnya mati, si kumbang pun terbang mencari ibunya. Ia melihat ibunya sedang dikejar-kejar oleh musuh, lalu anak kecil yang berubah menjadi kumbang itu berdoa agar ibuunya dijauhkan dari jahatnya manusia-manusia. Lalu, ibunya berubah menjadi kupu-kupu. Sejak saat itu, kumbang dan kupu-kupu ada di bumi.
Film ini juga sarat akan makna dan pesan. Disamping ingin mengenalkan mengenai budaya-budaya yang berkembang di Sumbawa, film ini juga mengenalkan daerah lain di Indonesia yang masih belum terjamah, yaitu Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Banyak orang-orang yang belum tahu apa kelebihan dan menjadi ciri khas dari salah satu kota di provinsi Nusa Tenggara Barat ini. Film ini, mengenalkan kepada penonton yang menonton film ini bahwa Sumbawa memiliki kuda Sumbawa yang bisa menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia. Selain karena faunanya, Sumbawa juga memiliki keindahann alam yang sangat bagus. Sama halnya dengan film “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata yang menyajikan keindahan alam pulau Belitong yang masih awam bagi masyarakat Indonesia.
Pesan lain yang disampaikan oleh film ini adalah kita akan menemukan adanya pendidikan berkarakter yang ditanamkan oleh tokoh-tokoh pembantu dalam film ini. Seperti halnya kejujuran, empati, first intervention ketika ada yang marah dan tidak mengumbar kesombongan, karakter-karakter itu akan kita temukan di film ini. Misalnya saja, jujur saat ditanya oleh guru, jujur ketika ditanya oleh Papin sudah shalat isya atau belum, dan tidak mengumbar kesombongan karena mendapat prestasi yang baik dengan memamerkan kepada orang-orang.
Selain itu, film ini juga mampu menyuguhkan potret sistem pendidikan di Indonesia yang kini memang masih harus dibenahi. Penegakkan kedisiplinan tidak harus dilakukan dengan cara-cara yang kasar dan bermain fisik pada siswa-siswa peserta didik. Seharusnya cara seperti itu ditinggalkan dan itu merupakan cara yang sudah sangat tua. Seharusnya, untuk menegakkan kedisiplinan pada peserta didik agar lebih giat lagi belajarnya, tentu harus dengan menggunakan cara yang mengasyikan agar mereka bisa lulus ujian nasional tahun depan. Selain itu, setiap guru pun harus memahami perkembangan psikologis di setiap anak didiknya, karena setiap anak didik berbeda karakteristik dan perkembangannya baik secara fisik maupun psikis.
Sayang, film yang diproduseri oleh Ari Sihasale ini ada sedikit kekurangan. Misalnya tidak ada eksplorasi yang lebih mendalam pada tokoh Minun. Cerita tentang Minun menggantungkan penonton yang tidak tahu apa sebenarnya cita-cita Minun sampai akhirnya ia meninggal.
Film “Serdadu Kumbang” ini bisa menjadi alternatif referensi untuk menanamkan nilai-nilai pada anak-anak bangsa dan orang tua di tanah air ini bahwa yang namanya semangat belajar untuk meraih cita-cita itu harus tetap dan digaungkan dan terus ada. Meski dalam keadaan apapun, meski dalam keterbatasan apapun.




Teks Ulasan Film Serdadu Kumbang yang Berasal dari Sumber Lain


Sepertinya wilayah-wilayah jauh dari ibukota sedang seksi-seksinya dijadikan latar pembuatan film. Tandanya adalah mencuatnya Laskar Pelangi yang mengambil lokasi di Belitung, pulau yang tak pernah diimpikan oleh penonton sekalipun untuk jadi lokasi syuting. Kemudian, muncul beberapa film yang dengan “berani” bertempat di daerah-daerah jauh. Sebut saja Jermal (2009) dan The Mirror Never Lies (2011). Masing-masing mengambil lokasi di tengah laut Sumatra Utara dan kepulauan Wakatobi. Tentu saja ini bukan trend tanpa alasan. Lokasi-lokasi tersebut dipilih berdasarkan alasan-alasan penting dan kepentingan cerita.
Begitu juga dengan Serdadu Kumbang (2011). Film garapan Nia dan Ari Sihasale ini mengambil tempat di sebuah desa kecil bernama Mantar di Sumbawa. Dari tempat yang dipilih, sudah banyak hal menarik yang bisa dijadikan latar cerita sebenarnya. Dan, film ini memotret kehidupan masyarakat desa pedalaman Sumbawa dengan baik pula: mulai dari masyarakat yang belum terlalu peduli pendidikan, bentang alam yang indah, mitos yang mengakar, hingga kebiasan-kebiasaan masyarakat desa yang unik. Hal-hal tersebut seharusnya bisa menjadi modal yang lebih dari cukup. Kehadiran tokoh-tokohnya pun menarik. Contohnya, Amek dengan bibir sumbing, namun tetap jahil tapi juga cengeng, membuat film ini seolah mengiming-imingi calon penonton sesuatu yang tak hanya menarik, namun (seharusnya) juga mengharukan.
Film ini bercerita seputaran Amek (Muhammad Amek), anak laki-laki kelas enam SD berbibir sumbing, yang ditinggal ayahnya ke Malaysia. Juga, cerita tentang kelas Amek dan kakaknya yang menghadapi ujian. Bukan cuma itu, ada juga cerita Amek yang tiba-tiba menjadi joki. Ada lagi, cerita kekerasan yang sering terjadi di sekolah Amek. Ada baiknya sebuah perusahaan multi nasional juga masuk ke dalam cerita. Atau cerita para orang tua yang cemas ketika anak-anaknya menghadapi ujian? Atau kegagalan ayah Amek yang pulang membawa kebohongan dan hutang? Atau soal anak-anak yang belajar agama? Atau pemberantasan buta huruf? Terus kumbangnya ngapain di sana? Atau? Atau?
Cerita dalam Serdadu Kumbang memang banyak sekali, hingga sinopsisnya tak bisa dirangkum dalam satu-dua kalimat. Tak apa sebenarnya cerita dengan banyak plot atau bahkan banyak karakter. Bisa ambil contoh dari film-film sejenis, seperti Love Actually atau Eat Drink Man Woman. Semua karakter memiliki masalahnya masing-masing yang perlu diselesaikan. Cerita berjalan atau plot berkembang ketika protagonis berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Cerita menjadi menarik ketika banyak antagonis mengahalanginya mencapai tujuannya. Permasalahan di Serdadu Kumbang adalah tidak adanya gambaran yang cukup tentang apa yang ingin diraih para protagonis, dan halangan macam apa yang mereka hadapi.
Film ini seolah seperti aktivis LSM yang sedang jadi turis, yang cerewet mengomentari semuanya, tapi juga ingin tahu semuanya.  Film jadi gagap dengan ceritanya sendiri, hingga tak ada yang benar-benar mengalir dengan baik. Kesatuan narasi tak lagi terbangun, karena film ini sibuk ingin memamerkan semua yang bisa tertangkap kamera kepada penonton. Potongan-potongan kejadian dalam film ini seperti bukan cerita. Kalaupun cerita, narasinya tak dibangun dengan logika yang baik. Tak ada hal yang benar-benar menjadi masalah, tak ada juga yang benar-benar selesai. Masalah kekerasan guru, yang diutamakan dalam film dan beberapa kali diungkit sepanjang film, tak jelas apa latar belakangnya dan bagaimana resolusinya. Sedang, kakak Amek yang terkenal pintar dan tanpa konflik dari awal malah mengalami klimaks tragis, dengan tidak lulus dan akhirnya meninggal jatuh dari pohon (yang tak terlalu tinggi). Penyelesaiannya bukan pada mengapa ia tidak lulus, namun pada masalah pohon (yang dipercaya musrik) yang ia naiki.
Ada juga cerita Amek yang tiba-tiba dioperasi pasca meninggalnya kakaknya. Sedangkan kesumbingan Amek yang tak pernah menjadi masalah dalam film, tak ada satu adegan pun yang menunjukkan Amek merasa ia sumbing, atau lingkungan sekitarnya merasa demikian. Amek digambarkan tinggal di sekeliling orang-orang yang menyayangi dan mendukungnya. Tak ada cukup alasan untuk ia mengkwatirkan itu, kecuali ketika Amek tak berani mengatakan apa cita-citanya. Malah hal itu yang menjadi seperti gong besar film ini. Sehingga, seolah-olah kesumbingan Amek hanya dimanfaatkan untuk mengakomodasi iklan terbesar dalam film itu: kegiatan corporation social responsibility (CSR) sebuah perusahaan. Hanya itu.
Bila menilik dari akhir cerita, film ini berpusat pada tokoh Amek dan cita-citanya. Dalam adegan-adegan di akhir film, kita baru tahu bahwa Amek ingin menjadi penyiar berita. Logisnya, bibirnya yang sumbing adalah halangan besar. Namun, bukannya berfokus pada halangan ini, selama hampir dua jam penonton malah disuguhi banyak masalah lain di sekitaran Amek. Sialnya, cerita-cerita itu tidak berpengaruh langsung terhadap apa yang ingin ia capai. Amek yang pernah tidak lulus, Amek yang menjadi joki dengan kuda kesayangannya, dan Amek yang rindu ayahnya. Belum lagi hingar bingar masalah orang-orang di sekitarnya malah mengkonsumsi durasi. Penonton tidak mendapat kesan yang cukup tentang kekurangan fisik Amek, dan malah menganggapnya plot minor. Kalau saja si pembuat film mau sedikit berfokus pada hal ini, ceritanya mungkin akan berbeda.
Walhasil, semua cerita dalam film ini hanya seperti fragmen-fragmen lepas yang tak bisa dihubungkan. Pembuat filmnya seperti overwhelmed dengan apapun yang ada di sana, dan memaksa semua itu ada dalam 105 menit durasi film. Kesannya seperti potongan-potongan yang dibuang sayang, atau adegan-adegan hasil potongan editor yang geli ingin diselipkan si pembuat film hingga memenuhi credit title.
Seperti film Alenia sebelumnya, eksplorasi kekayaan alam Indonesia tampil cantik. Sayangnya, alur yang padat cerita membuat nilai haru sulit didapatkan. Meskipun banyak nama besar dipasang, namun film ini kurang sedikit menggigit. Pengambilan ide dari persoalan yang sedang hangat dibicarakan memudahkan penonton larut dalam cerita.
Sumber : http://cinemapoetica.com/serdadu-kumbang-potongan-potongan-dibuang-sayang/


1 komentar:

  1. terimakasih atas ulasannya untuk mengetahui struktur serta pengertian dari teks ulasan bisa baca disini

    BalasHapus