Sabtu, 30 Mei 2015

TEKS ULASAN FILM “ADA APA DENGAN CINTA?”

Arti Cinta Dalam “Ada Apa Dengan Cinta?”

Sinopsis 
Film bertema cinta dengan kategori remaja alias teen romance di Indonesia saat ini sudah banyak tercipta dari para seniman hebat di bidang perfilman Indonesia. Hanya saja, berbicara mengenai film cinta remaja di Indonesia tak lengkap rasanya kalau kita tidak membahas film “Ada Apa Dengan Cinta?” atau biasa disingkat AADC. Pasalnya, ditengah kebobrokan perfilman Indonesia di era 90an, AADC hadir menjadi sebuah tonggak kebangkitan serta berdirinya era baru perfilman Indonesia di awal 2000-an. Bahkan bisa dibilang AADC merupakan pelopor menjamurnya film remaja saat ini. Banyak yang berpendapat hadirnya film AADC membuat perfilman Indonesia lebih berwarna dengan makin banyaknya sutradara yang berani keluar jalur dengan mengambil beberapa genre.
“Ada Apa dengan Cinta?” Di sutradarai Rudi Soedjarwo dan diproduseri oleh  Riri Riza dan Mira Lesmana serta didistribusikan oleh Miles Production. Film ini dirilis di berbagai negara seperti kawasan Asia Tenggara hingga Amerika dan Jepang. Judul lain dari film ini adalah What’s Up With Love? (Inggris) dan Ganbare, Ai (Jepang). Film ini menceritakan sosok Cinta (Dian Sastrowardoyo) dalam menghadapi permasalahannya baik itu kisah cintanya bersama Rangga (Nicholas Saputra) ataupun kisah persahabatan dengan geng nya yang beranggotakan Alya (Ladya Cheryl), Karmen (Adinia Wirasti), Maura (Titi Kamal), dan Milly (Sissy Priscilla).
Berawal dari puisi berakhir pada kisah cinta. Kisah cinta Rangga dan Cinta dimulai pada pengumuman pemenang lomba puisi di sekolah. Cinta yang merupakan langganan juara lomba puisi dikejutkan oleh seseorang bernama Rangga yang merupakan juara baru. Cinta yang terkejut pun mulai penasaran dengan karya ciptaan Rangga. Puisi yang ditulis Rangga dibacanya terus-menerus dan mencoba memahami makna kata-katanya. Cinta yang terkagum dengan puisi itu pun akhirnya menjadi heran, mengapa seseorang yang berbakat sepertinya baru muncul kali ini, kemana sajakah dia selama ini? Cinta yang merupakan pengurus mading bersama teman-teman gengnya mencoba untuk mewawancarai Rangga, karena agenda dari mading tersebut harus menyertakan profil sang pemenang untuk ditampilkan di mading. Disinilah cerita cinta itu terjalin.
Rangga yang mempunyai watak pendiam, penyendiri, dan juga serius ternyata tidak pernah mendaftarkan diri untuk lomba puisi tersebut. Puisi itu justru didaftarkan oleh Pak Wardiman, satpam sekolah yang menjadi satu-satunya teman Rangga di sekolah. Sosoknya yang penyendiri membuatnya kurang ramah terhadap orang lain. Cinta pun menjadi korban ketidakramahan Rangga. Cinta yang mencoba mewawancarai Rangga di perpustakaan sekolah pada akhirnya justru saling cekcok karena ketidaksediaan Rangga diwawancarai. Kesan pertama yang tidak menyenangkan itu membuat Cinta merasa jengkel, tapi dia tertarik dengan buku klasik yang dipegangnya dengan judul AKU karya Sjumandjaya. Ketertarikan mereka berdua mengenai sastra lah yang menjadi dasar pembentukan chemistry pada film ini. Selanjutnya, bumbu-bumbu cinta mulai hadir diantara mereka seiring dengan berkurangnya ketegangan yang sempat ditimbulkan pada kesan pertama. Awal membaiknya hubungan mereka dimulai ketika buku AKU yang terjatuh sewaktu Cinta dan Rangga kembali bersitegang. Buku tersebut kemudian dikembalikan oleh Cinta setelah sebelumnya dibaca dan di photocopy. Meskipun masih sering bersitegang, tapi kekaguman Cinta akan Rangga yang unik dan juga rasa simpatinya perlahan-lahan membentuk perasaan cinta.
Sayangnya kisah cinta mereka tidak berjalan mulus karena persahabatan Cinta. Momen Rangga selalu tidak tepat, setiap kali hubungan Rangga dan Cinta makin dekat selalu ada permasalahan yang terjadi dengan sahabat-sahabatnya. Kesibukan Cinta pada Rangga membuat perhatian kepada para sahabatnya berkurang. Hingga puncaknya ketika Alya yang memiliki permasalahan karena pertengkaran orang tuanya, ia mencoba bunuh diri setelah sebelumnya meminta pertolongan kepada Cinta. Hanya saja saat itu Cinta sudah membuat janji dengan Rangga. Kejadian itu membuat Cinta shock berat dan depresi bahkan menyalahkan semuanya pada Rangga. Hasilnya hubungan Cinta dan Rangga semakin memburuk. Rangga yang tidak tahu menahu urusan Cinta pun menjadi kecewa berat. Cinta disatu sisi merasa bersalah kepada Rangga, disatu sisi wataknya yang terlalu lebih mementingkan teman-temannya dibanding kepentingan pribadi membuatnya bimbang. Apa yang dipilih Cinta? Persahabatan atau cinta? Akan lebih baik kalau tidak mengorbankan salah satunya.
Jika kita menonton film ini di era sekarang mungkin kita akan menganggap film ini biasa, belum lagi adegan-adegan yang sangat “pasaran” saat ini. Tapi jangan salah, di zamannya film ini justru dianggap sesuatu yang baru, bahkan film saat ini banyak yang terinspirasi dari film “Ada Apa Dengan Cinta” (AADC). Pada zamannya, film ini dianggap sangat menggambarkan realitas remaja saat itu. Jadi, jika dianggap biasa memang karena film ini mengangkat hal yang biasa terjadi pada masyarakat. Mengenai adegan “pasaran”, justru AADC adalah pelopor adegan-adegan itu seperti misalnya menempelkan jari telunjuk ke bibir lawan mainnya dan juga adegan perpisahan dramatis di bandara.
Ada beberapa hal yang membuat film ini layak tonton dan juga memiliki nilai lebih dibanding film teen-romance lain bahkan hingga saat ini. Film ini tidak hanya fokus pada kisah cinta layaknya film saat ini yang tidak ada bedanya dengan FTV. Film ini sukses mengambil sudut pandang lain mengenai sisi positif remaja seperti kesukaan Cinta dan Rangga terhadap dunia sastra, sehingga ada informasi mengenai dunia sastra yang dapat dibagikan kepada penonton. Selain itu konflik yang ada pun bisa dikatakan sebagai suatu kritik, contohnya kasus Alya yang mengkritik para orang tua dan juga konflik ayahnya Rangga yang menyentil pemerintah khususnya Orde Baru.
Mengenai teknis dari film ini, kemampuan sang sutradara menyusun konflik cukup baik dan terasa pas. Jika melihat zaman saat itu dibandingkan dengan penilaian sekarang rasanya bisa dikatakan serba biasa. Sementara dari segi musik, Melly Goeslow dan Anto Hoed sukses membangun suasana dalam film bahkan soundtrack-nya pun melejit di tangga lagu Indonesia. Hanya saja kami merasa ada bagian yang kurang pada pengembangan karakter Rangga. Nicholas Saputra memang sukses memerankan tokoh yang pendiam, dingin, penyuka sastra klasik, dan juga tidak suka terhadap keramaian. Hanya saja pengembangan karakter Rangga terhadap hadirnya sosok Cinta serta bagaimana sosok Rangga sebenarnya belum bisa digambarkan dengan baik oleh sang sutradara. Beda halnya dengan Cinta, Dian Sastro sukses memerankan cewek yang cukup populer, intelek, percaya diri, dan mengagumi sastra. Mengenai pengembangan karakter pun sang sutradara berhasil menyajikan metamorfosis karakternya, sementara masalah akting Dian Sastro meski tidak bisa dibilang sempurna tapi cukup berhasil.
Sayang, masih belum dapat dipahami mengenai arti dari kata ‘Cinta’ dalam judul film tersebut. Banyak orang yang dibuat bingung karenanya. Pasalnya nama tokoh utama dalam film tersebut adalah Cinta, sehingga timbul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan kata ‘Cinta’ dalam judul itu adalah tokoh Cinta ataukah cinta dalam arti sebenarnya? Sehingga seharusnya film tersebut dapat memberikan penjelasan mengenai arti kata ‘Cinta’ dalam judul film tersebut. Selain itu penonton masih belum menangkap keselarasan antara judul film dengan isi ceritanya.
Dari paparan tadi dapat disimpulkan bahwa film ini merupakan salah satu masterpiece karya anak bangsa. Menurut kami film ini bukanlah film terbaik negeri ini, bukan pula film kategori remaja terbaik karena statusnya sudah digeser oleh seniman-seniman film selanjutnya. Hanya saja film ini masih bisa dikatakan sebagai film teen romance terbaik Indonesia karena kami belum melihat ada film cinta remaja yang mempunyai konflik yang cukup selaras untuk dipadukan dengan konflik utama seperti yang dilakukan AADC.


Ulasan Film “Ada Apa Dengan Cinta?”
“Karena aku ingin kamu. Itu saja.” Untaian kata-kata polos tersebut dengan manis membalut sebuah cerita penuh liku mengenai cinta. Memang hebat, hanya dalam 112 menit ‘Ada Apa Dengan Cinta?’ (AADC) telah berhasil mengulas semua aspek percintaan, sekaligus mengemasnya lewat sudut pandang seorang Cinta (Dian Sastrowardoyo). Seperti gadis remaja manapun, kehidupan Cinta diwarnai oleh kegilaan-kegilaan yang dikemas dalam persahabatan kentalnya dengan Maura (Titi Kamal), Alya (Ladya Cheryl), Milly (Sissy Priscilla) dan Carmen (Adina Wirasati). Cinta juga hidup disayang sebagai anak semata wayang dalam keluarganya yang tak kalah harmonis. Terlebih dari itu, Cinta juga menguasai seni menulis puisi, dan kepiawaiannya sebagai penyair terbukti lewat puisi “Sahabat” – yang dengan hangat menyambut penonton di awal film. Singkat kata, Cinta digambarkan sebagai sesosok remaja putri SMA yang memiliki seluruh dunia dalam kepalan tangannya.
Akan tetapi dunia kecil Cinta dijungkirbalikan oleh kemunculan Rangga (Nicholas Saputra), yang secara tidak sengaja merebut kemenangan Cinta dalam sebuah lomba menulis puisi. Kejadian ini dengan segera menebarkan bibit-bibit perseteruan, yang mengakibatkan limpahan momentum “anjing dan kucing” di antara mereka. Setelah lusinan konflik berlalu, Rangga dan Cinta mulai menjumpai berbagai persamaan di antara mereka. Layaknya cerita asmara klasik, Rangga dan Cinta mulai mengadopsi hubungan saling ‘benci’ – dalam artian hubungan saling benar-benar cinta.
Meskipun begitu, kehadiran Borne (Fabian Ricardo) - teman sekolah Cinta yang sudah lama menaruh hati padanya – lekas menghambat perjuangan Rangga untuk memenangkan hati Cinta. Bedampingan dengan itu, kebersamaan Rangga dan Cinta juga seringkali menyulut api perselisihan di tengah Cinta dan ke-empat sahabat sejatinya. Situasi memanas ketika Cinta kerap kali harus memilih antara Rangga atau ke-empat sobatnya. Pilihan Cinta hampir menyebabkan Alya – yang sedang didera masalah keluarga – kehilangan nyawanya, dan memutuskan tali persahabatan di antara semua sahabatnya!
Selesai menyorot permasalahan cinta dari segala aspek (lawan jenis, sahabat dan keluarga), AADC menyajikan penutup yang efektif nan sederhana. Dengan menggugah, Cinta, Maura, Milly, Alya dan Carmen bersatu kembali untuk saling mendukung satu sama lain, dan hubungan keluarga Alya juga berangsur membaik. Adegan penting di penghujung film AADC berkisar seputar persatuan mengharukan antara Rangga dan Cinta! Rangga yang hendak pindah ke Amerika, terpaksa harus meninggalkan Cinta tanpa mengutarakan kata-kata perpisahan. Bagaimanapun, sebelum Rangga beranjak menaiki pesawat, Cinta secara mengejutkan muncul dan mengakui perasaannya kepada Rangga. Rangga yang pada akhirnya harus tetap pergi, mencetuskan janji bahwa Ia akan kembali untuk Cinta. Rangga kemudian menyerahkan buku syairnya kepada Cinta untuk menyatakan ketulusannya. Dalam perjalanan pulang Cinta mulai membaca salah satu puisi yang ditulis Rangga tentang dirinya, dan dengan perlahan film pudar dari hadapan penonton.
Tak diragukan lagi, AADC merupakan salah satu film Indonesia berkualitas yang patut dibanggakan. Film yang beberapa minggu lalu genap berumur 10 tahun ini, dengan cermat telah mengangkat sebuah tema yang sangat manusiawi. Terlebih dari itu, film yang digarap oleh Rudy Soedjarwo ini memiliki sangkut paut minim dengan teknologi maupun penemuan terbaru. Ini memperbolehkan AADC untuk tumbuh menjadi suatu karya yang “tahan banting” terhadap era globalisasi. Selain itu, film yang bernaung dibawah rumah produksi Miles ini juga memiliki musik latar yang fenomenal. Semua musik yang terlibat dengan sukses ikut membangun dan menyokong nuansa sebuah adegan. Kesuksesan AADC dalam mengantongi sebuah Piala Citra untuk tata musik terbaik juga serta merta menjadi bukti bahwa, lagu-lagu yang memeriahkan AADC dapat mempengaruhi yang signifikan terhadap suasana hati penonton. Berbeda dengan kebanyakan film lokal dan mancanegara, para penulis skenario AADC memutuskan bahwa tema dan musik yang tepat-pun masih belum memadai. Setelah disetujui oleh Mira Lesmana dan Riri Riza, AADC akhirnya juga mengunakan puisi sebagai salah satu media penyampaian pesan moral. Untuk seluruh, AADC menyertakan 3 puisi yang masing-masing menyentuh ketiga aspek percintaan yang berbeda.
Terlepas dari sederet hal positif yang turut mewarnai film AADC, masih ada beberapa aspek yang dapat ditingkatkan. Contohnya,poster daripada film yang telah memenangkan 3 Piala Citra ini sangatlah labil. Lewat pandangan sekilas orang tidak akan dapat menangkap makna dibalik poster film AADC. Ini dikarenakan proposi, warna dan desain poster yang tidak masuk akal. Jenis huruf yang monoton pada poster juga mengakibatkan hasil akhir yang kurang persuasif, dan justru menimbulkan keraguan. Seharusnya poster AADC dibuat lebih menarik dan tegas lewat, beberapa foto tokoh -bukan hanya Cinta dan Rangga saja. Akan lebih baik pula apabila desain poster dibuat lebih kreatif, agar memancarkan aura kreatif yang lebih menarik. Untuk film ini sendiri, teknik pengeditan masih harus diperbaiki. Ada beberapa adegan pertandingan olahraga dimana pantulan bayangan mikrofon gantung dan kamera masih terlihat, dan pada akhir film tulisan di kaca bandara juga belum dibalik. Kesalahan-kesalahan teknis seperti ini secara langsung mengurangi realitisme dan profesionalisme film.
Secara keseluruhan, tidak ada yang meragukan bahwa AADC adalah sebuah film yang ‘mengena’ sekaligus menghibur. “Ada kemungkinan besar bahwa suatu saat nanti AADC akan diperbaiki dan direproduksi kembali pada tahun 2012,” tutur Mira Lesmana. Dan apabila sutradara memutuskan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang diulas diatas, tidak diragukan lagi, AADC akan disambut dengan meriah oleh berbagai kalangan!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar